AWETKAN IKAN DENGAN BIJI PICUNG
PENGGUNAAN formalin sebagai pengawet ikan sangat mencemaskan. Hasil survei Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tahun 2004 di Lampung, Jawa, Bali, dan NTB menunjukkan, banyak sekali nelayan menggunakan formalin
PENGGUNAAN formalin sebagai pengawet ikan sangat mencemaskan. Hasil survei Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tahun 2004 di Lampung, Jawa, Bali, dan NTB menunjukkan, banyak sekali nelayan menggunakan formalin, sejak ikan masih di kapal, setelah ikan didaratkan, dan saat diolah menjadi ikan asin.
Padahal, penggunaan formalin sangat membahayakan kesehatan konsumen dan akhirnya merugikan nelayan dan pengolah ikan sendiri karena produknya dijauhi konsumen. Penjualan ikan di berbagai daerah sempat merosot 40 persen karena merebaknya pemberitaan penggunaan formalin pada produk perikanan.
Survei BRKP tahun 2004 menunjukkan, formalin ditemukan pada berbagai jenis ikan, dan residu yang tertinggi ditemukan pada cumi asin kering. Dari 43 jenis ikan segar yang diambil sampelnya, 79 persen positif mengandung residu formalin. Dari 43 sampel ikan olahan, 95 persen mngandung residu formalin. Residu yang ditemukan pada ikan segar bervariasi dengan konsentrasi 2-10 mg per kg ikan, sedangkan pada produk olahan residunya jauh lebih tinggi.
Menurut Kepala BRKP, Indroyono Soesilo, di Jakarta, Kamis (2/2), setelah dilakukan penyuluhan tahun 2005, pada cumi asin ada kecenderungan penurunan penggunaan formalin. Demikian pula pada 51 sampel ikan segar yang diamati ada penurunan, walaupun 20 persen masih positif mengandung residu formalin. Dari 35 sampel olahan, 17 persen mengandung formalin.
Formalin dilarang digunakan sebagai pengawet makanan. Senyawa ini bersifat mudah menguap, namun pada ikan akan terikat pada protein sehingga sulit dihilangkan.
Dari penelitian yang dilakukan di beberapa tempat, perebusan atau pengukusan selama 10-30 menit memang dapat mereduksi residu formalin sekitar 20-50 persen, tapi tidak dapat menghilangkan secara total.
“Untuk mendapatkan bahan alternatif sebagai pengganti formalin, BRKP telah mencoba teknologi tradisional yang telah digunakan oleh masyarakat di Banten, yakni biji picung untuk mengawetkan ikan. Picung ternyata dapat mengawetkan ikan segar lebih dari satu minggu. Kami terus mengembangkan teknologinya,” tutur Indroyono.
Dia menjelaskan, seperti halnya pada makanan lain, pembusukan ikan merupakan proses mikrobiologis atau kimiawi, sehingga teknologi yang dapat digunakan untuk menghambat adalah dengan pengontrolan suhu, baik suhu tinggi dengan pemanasan, perebusan, pengasapan, maupun rendah dengan pembekuan atau pendinginan.
Pengontrolan juga bisa dilakukan dengan pengaturan keasaman (pH), pengurangan kadar air (pengeringan) atau penggunaan zat pengawet. Berdasarkan pengalaman, penerapan suhu dingin “cold chain system” merupakan cara yang efektif untuk menghambat penurunan mutu atau kesegaran ikan.
Teknologi Pendingin
BRKP telah menawarkan teknologi Ice Maker yang dapat diaplikasikan di tempat pendaratan atau pelelangan ikan (TPI) dan kapal nelayan. Selain itu juga ditawarkan teknologi Refregerated Salt Water (RSW) yang digunakan di kapal nelayan. Kedua teknologi alat pendingin ini bisa dimanfaatkan untuk mengurangi penggunaan formalin oleh nelayan dalam memperpanjang masa kesegaran ikan.
Khusus untuk menghentikan penyalahgunaan formalin, langkah yang dianggap tepat untuk jangka pendek adalah dengan meningkatkan pengawasan oleh aparat dinas yang berlokasi di tempat pemberangkatan kapal penangkap ikan, serta mengambil sampel dan melakukan pengujian cepat (rapid test) pada setiap bulk ikan yang akan didaratkan, khususnya dari setiap palka kapal.
Jika ditemukan positif mengandung formalin, harus diberikan tindakan tegas terhadap bulk tersebut, misalnya dengan pemusnahan atau denda yang sangat tinggi, atau tindakan lain yang cukup efektif sebagai terapi kejut. Pengujian yang sama hendaknya juga dilakukan di pengumpul dan tempat-tempat pengolahan ikan. BRKP telah mengembangkan test kit berupa reagent untuk deteksi cepat formalin.
situshijau.co.id, 12 februari 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar